Pernikahan Beda Agama di Indonesia

Dasar hukum: PERKAWINAN CAMPURAN, menurut UU No. No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 57-62

Download: http://www.dikti.go.id/files/atur/UU1-1974Perkawinan.pdf


Berikut adalah ragam info seputar pernikahan beda agama di Indonesa, yang mungkin menolong teman-teman kapur yang ingin menikah di tanah air tapi tidak di bawah payung KCS atau KUA.
Informasi ini di susun dari berbagai sumber dan terbuka bagi anggota untuk menambahkan dan mengoreksi jika ada kekeliruan.
Hanyasaja, demi mencegah kesimpang siuran data, akan jauh lebih baik jika member tidak mengedit di badan dokumen melainkan hanya dikolomkomentar atau bisa menulis pesan kepada admin aktif pilihan anda.

TOKOH/PIHAK YANG MENDUKUNG:
(Ini di sebutkan barangkali bisa jadi tempat konsultasi. Sebagian merek abahkan ber-reputasi dan berpengalaman utk menikahkan juga dengan catatan kondisi tertentu. Info lengkap soal email dan jalur kontak kemereka akan menyusul baik oleh admin maupun oleh anggota disini)
  1. DR Zainul Kamal (afiliasi Paramadina dan UIN Syahid Jakarta/Ciputat)
  2. Zuhairi Misrawi (Cendikiawan muda Paramadina lulusan Al Azhar Kairo)
  3. Budhy Munawwar-Rachman (Mantan Direktur PSI Paramadina - Pusat Studi Islam)
  4. Ahmad Nurcholish (Pelaku NBA Islam-Tionghoa sekaligus aktifis)
HP.: 0813 1106 8898 (simpati); 0877 8024 6980 (XL); 021-5120 6554(esia)E-mail : nurcholish2012@gmail.com &nurcholish2020@ymail.comBlog: <a>http://ahmadnurcholish.wordpress.com</a>

INSTITUSI YANG MENDUKUNG DAN/ATAU MEMFASILITASI PERKAWINAN BEDA AGAMA:

The Wahid Institut (pimpinan Yenny Wahid), masih hingga kini dengan catatan ada pihak gereja/pastor yg bs menikahkan jg dari pihak agama kristen/katoliknya.

Rangkuman dari Sdr Mar Ning, Ana Kiwitter dan diskusi grup:

Latar Belakang: 
Semangat ekumenis Gereja Katolik untuk merangkul dan bekerjasama dengan pihak Kristen dan Non Kristen atau Katolik, serta kesadaran akan kebebasan beragama, telah mendorong Gereja Katolik sampai pada pemahaman akan realita terjadinya perkawinan campur. 
Gereja memberi kemungkinan untuk perkawinan campur karena membela dua hak asasi, yaitu hak untuk menikah dan hak untuk memilih pegangan hidup (agama) sesuai dengan hati nuraninya.
Dua jenis Perkawinan Campur:
    a. Perkawinan campur beda gereja (seorang baptis Katolik menikah dengan seorang baptis non-Katolik) perkawinan ini membutuhkan ijin.
    b. Perkawinan campur beda agama (seorang dibaptis Katolik menikah dengan seorang yang tidak dibaptis) untuk sahnya dibutuhkan dispensasi
DISPENSASI adalah: ijin dari Gereja Katolik untuk pernikahan beda agama. Dispensasi utk Katolik non Kristiani (islam, buddha, hindu) adalah: Disparitas Cultus sedangkan untuk Katolik - Protestan/Orthodox adalah Mixta Religio.

Syarat untuk melakukan pernikahan beda agama di Gereja Katolik:

1. Mengikuti KURSUS PERNIKAHAN ( sertifikat yang didapat sesudahnya berlaku 6 bulan)
2. Mendapatkan surat DISPENSASI
      Calon mempelai  bersama-sama menghadap Pastor, untuk melakukan penyelidikan persiapan sebelum pernikahan sesuai hukum Gereja Katolik (Kanonik), sekaligus membawa dua orang terpercaya yang akan disumpah utk memberi kesaksian bahwa pihak non-Katolik berstatus bebas atau tidak terikat perkawinan.
mempersiapkan foto 4x6 berduaan, fotocopy sertifikat kursus perkawinan, surat baptis terbaru paling lama 6 bulan & surat pengantar dari ketua lingkungan (bagi pihak katolik). 

Surat Janji dan surat kesaksian status bebas akan dibuat bersama pastor ketika sudah ketemu. Pastor akan membantu mengirim surat permohonan dispensasi ke Keuskupan (terutama untuk KAJ). Surat DISPENSASI didapatkan biasanya paling cepat sekitar satu (1) bulan setelah dimohon. Dan untuk mendapatkan itu, harus dilampirkan sertifikat KURSUS PERNIKAHAN.
     
  Apabila sudah memenuhi syarat2 pernikahan secara Katolik, maka bisa melakukan pemberkatan perkawinan di Gereja. Di dalam pemberkatan perkawinan di Gereja, ada janji perkawinan yaitu saling diberikan dan dilaksanakan oleh seorang dibaptis dan tidak dibaptis (non-Katolik) di hadapan dua saksi awam dan seorang imam. Inti isi janjinya sama: setia sampai mati memisahkan, saling mencintai dan menghormati, hanya modelnya yang berbeda karena yang Katolik akan memakai model Jesus yang mencintai, sedang yang Islam memakai Muhammad atau orang tuanya sebagai model, atau yang budhis memakai Budha atau orang tuanya sebagai model. 
Yang berbeda antara upacara sakramen (calon mempelai keduanya Katolik) dengan pemberkatan (calon mempelai Katolik dan Non Katolik) adalah pertanyaan penyelidikan atas kesediaan pasangan, rumusan janji, doa dari imam, juga pihak non katolik tidak diwajibkan untuk berdoa secara katolik tentu saja. 

Tatacara pemberkatan pernikahan akan dijelaskan dalam Kursus Persiapan Perkawinan.
Tidak ada tatacara yang membuat orang non-katolik menjadi orang katolik secara tidak langsung, karena orang non-katolik bersama yang katolik akan menyusun teks upacara perkawinan dan pihak non-katolik tidak harus mengucapkan doa-doa orang katolik. Maka tatacara itu tidak akan mengganggu iman masing-masing. Untuk jadi orang katolik tidak mudah, harus pelajaran minimal sekitar setahun, harus ujian tertulis, tes wawancara dengan pastor, melakukan beberapa latihan, dan kalau dianggap tidak lulus ya tidak akan dibaptis. 
Perkawinan adalah peristiwa sadar dan terencana, maka tidak ada yang disembunyikan dari pihak Katolik. Bahkan orang Katolik yang berjanji mendidik anak secara katolik pun janjinya diketahui pihak non-Katolik.

 Setelah menerima pemberkatan pernikahan, lalu Pencatatan Sipil (bisa dibantu koordinasinya dengan sekretariat Paroki Gereja dimana akan melangsungkan pemberkatan pernikahan, bisa juga utk mengurus sendiri dgn Catatan Sipil, tapi yg lazim adalah setelah pemberkatan di Gereja, prosesi dengan Catatan Sipil dilakukan di ruangan lain di lingkungan Gereja, jadi petugasnya datang). Agama yang akan tercantum di buku nikah akan tertulis sesuai kenyataan, yaitu Katolik dan Islam atau Buddha atau Kristen atau Hindu. Tidak keduanya katolik. 

Yang hadir dalam pemberkatan pernikahan adalah:
(a) calon mempelai pria dan wanita (tidak boleh diwakilkan), 
(b) dua orang saksi. Saksi dalam pemberkatan perkawinan adalah orang yang menyaksikan berlangsungnya perkawinan yang diakui sebagai saksi kalau ada masalah hukum di kemudian hari, sekaligus yang berperan untuk menjadi penasehat (yang didengarkan dan dipercaya pasangan baru) jika ada masalah keluarga pada pasangan baru.
Kalau saksinya keluarga campur beda agama, sebaiknya juga pasangan yang memang berhasil mengatasi perbedaan agama dalam damai. Jadi saksi adalah suami istri, yang disetujui oleh pasangan baru yang mau menikah. Bersama-sama mencari saksi ini juga bisa menjadi latihan bagi pasangan baru untuk membiasakan mencapai tujuan bersama: yaitu kesejahteraan suami istri sesuai dengan kehendak Tuhan yang maha kasih.
(c) seorang imam. 
(d) orang tua pun tidak wajib hadir, karena dianggap sudah dewasa. 

Untuk konsultasi mengenai pencatatan sipil dengan petugas sekretariat Paroki Gereja dimana pemberkatan perkawinan akan berlangsung, sedangkan untuk pengurusan dispensasi dan pemberkatan pernikahan dengan Pastor.


LINK ARTIKEL SEPUTAR NIKAH BEDA AGAMA (NBA)

1. <a>http://ratnadewimumpuni.blogspot.com/2009/11/dimana-anda-bisa-menikah-beda-agama.html?showComment=1371889571937#c7802366434139420011</a>

2. <a>http://www.surakarta.go.id/konten/pencatatan-perkawinan</a>

3. <a>http://ahmadnurcholish.wordpress.com/2008/08/11/konsultasi-pernikahan/</a>

4. <a>http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4de3b96524d48/sahkah-pernikahan-beda-agama-di-catatan-sipil</a> 
5. http://www.kaj.or.id/dokumen/kursus-persiapan-perkawinan-2/hukum-gereja-mengenai-pernikahan-katolik
6. Sumber tambahan: (1) Media Komunikasi Cyber Umat Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda 
                                   (2) Tulisan 'Kawin Campur' oleh Romo Antonius Dwi Joko, Pr

NOTE: Bagi yang ingin menjalani pernikahan beda agama di indonesia dengan bantuan EO, silahkan kontak sdr. Ati Aldrin (member KKC yang baru saja melakukannya) untuk info dan tips-tips lebih lanjut.


AK